SIAPA SANGKA di Swindon, sebuah kota kecil yang berjarak sekitar dua jam berkendara dari London, seorang anak bangsa kelahiran Jombang, Jawa Timur yang bernama Dr. Subchan, peneliti di Cranfield University, Shrivenham Campus di Oxfordshire, Inggris, bersama timnya dinyatakan sebagai pemenang Minister of Defense (MoD) Grand Challenge 2008.
MoD Grand Challenge adalah lomba bergengsi untuk mencari teknologi terapan di dunia militer yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan Inggris. Subchan bersama Tim Stellar mengembangkan Saturn (Sensing and Autonomous Tactical Urban Reconnaissance Network).
Saturn adalah robot yang berfungsi mendeteksi ancaman musuh. Bukan sembarang robot. Saturn adalah robot terpadu yang memiliki tiga komponen, baik di darat maupun udara, yang bisa mengidentifikasi kekuatan dan posisi musuh di medan pertempuran.
Saturn adalah robot yang berfungsi mendeteksi ancaman musuh. Bukan sembarang robot. Saturn adalah robot terpadu yang memiliki tiga komponen, baik di darat maupun udara, yang bisa mengidentifikasi kekuatan dan posisi musuh di medan pertempuran.
Tim Stellar adalah gabungan antara Cranfield University, Stellar Service Ltd, Blue Bear System Ltd, SELEX Sensors, dan Airborne System Ltd, TRW Conekt, dan Marshall Specialist Vehicles.
”Robot ini bisa menggantikan manusia untuk mengintai kekuatan dan posisi musuh, tanpa beresiko terlihat atau diketahui lawan,” jelas Subchan yang lulusan Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) jurusan matematika 1994.
Karena berbagai kelebihan itu, Subchan dan Team Stellar dinyatakan unggul dibandingkan peserta lomba yang lain. Andy Wallace, perwira militer dari Departemen Pertahanan Inggris, mengakui ingin mendapatkan produk teknologi yang membuat misi prajurit di medan tempur semakin aman. ”Kami ingin tentara yang bertugas di lapangan makin aman dan keselamatan mereka terlindungi,” kata Wallace kepada stasiun televisi BBC.
Dalam konteks perang modern, lanjut Wallace, produk teknologi seperti yang dikembangkan Subchan dan timnya memang sangat relevan. Medan yang asing dan sulit, membutuhkan piranti yang bisa sangat membantu prajurit tempur.
Robot yang dikembangkan Team Stellar ini terdiri atas dua pesawat kecil dan satu kendaraan darat. Semuanya tanpa awak. Wahana ini dilengkapi dengan sensor radar, panas, dan visual. Untuk menyelaraskan kerja ketiga robot ini, sekaligus menganalisis hasil yang didapat, dibuat semacam pusat mengendali terpadu.
Tiga komponen robot yang dikembangkan Team Stellar itu punya fungsi sendiri-sendiri yang saling menunjang. Pertama, pesawat tanpa awak yang terbang tinggi. Alat ini berfungsi memetakan wilayah dan mengetahui medan. Pesawat ini bisa mendeteksi kendaraan militer; tank, bahkan sniper (penembak jitu) lawan.
Namun, untuk bom pesawat, alat ini tidak bisa mendeteksi secara akurat. Itulah sebabnya dibuat robot kedua dan ketiga berupa pesawat tanpa awak yang terbang rendah dan satu robot darat (ground vehicle). Kedua robot terakhir ini lebih berfungsi untuk mengecek atau melakukan verifikasi terhadap temuan pesawat pertama yang terbang tinggi.
Subchan, yang menempuh master bidang applied matematics (S2) di Delft University of Technology di Belanda pada 1998-2000 ini terlibat di bagian desain dan pengembangaan kendaraan udara dan darat tanpa awak. ”Ini memang pekerjaan yang sangat menguras tenaga dan otak,” kata pria kelahiran Mei 1971 itu.
Dia menceritakan, proyek robot militer ini dimulai sekitar pertengahan 2007. Selama kurang lebih setahun, Tim Stellar yang menggabungkan beberapa perusahaan pertahanan dan Cranfield University itu mengembangkan dan menguji coba Saturn di lapangan. Uji coba dilakukan di beberapa tempat di Inggris.
“Proyek ini membuat saya sering ke lapangan dan menghabiskan waktu di alam terbuka. Kadang selama berhari-hari menyempurnakan Saturn,” kata anak kedua dari empat bersaudara pasangan Abdul Muin dan Djamilah ini.
Dalam enam bulan, hampir tiap minggu Subchan dan timnya ke lapangan menguji Saturn. Waktu yang terbatas memang menjadi salah satu kendala pengembangan Saturn. Bahkan, sampai babak final pun, masih ada beberapa masalah yang mengganjal.
”Pada proofing event (pembuktian produk) yang berlangsung selama lima hari, kami sempat khawatir karena sampai hari ketiga komunikasi antara stasiun pengendali di darat dan robot kendaraan tidak begitu bagus,” kata bapak lima orang anak itu. Untunglah pada hari keempat, persoalan bisa diatasi.
Menurutnya, salah satu tantangan yang harus dilakukan setiap tim adalah dalam waktu satu jam harus mendemonstasikan hasil temuannya di Village of Copehill Down, di Salisbury Plain, Wiltshire, Inggris, yakni sebuah perkampungan yang khusus dibuat untuk latihan militer.
Kondisi perkampungan itu dibuat sedemikian rupa mirip dengan medan peperangan, lengkap dengan snipers, bom, tank, peluncur roket, hingga aktor yang berperan sebagai tentara lawan dan penduduk sipil.
Dalam tantangan seperti itu, robot peserta MoD Grand Challenge harus bisa membedakan mana yang ancaman dan mana warga sipil biasa.
‘‘Saya sangat bersyukur bisa menang,” kata suami Ima Imadatul yang pernah empat tahun bekerja di IPTN (sekarang PT Dirgantara Indonesia) sebelum menjadi dosen ITS.
Subchan layak berbangga karena dari 11 tim yang mengikuti lomba ini hanya enam yang masuk babak final. Dan dari enam ini, Team Stellar menang dan berhak atas penghargaan bergengsi RJ Mitchell Trophy. Tropi yang mengambil nama perancang pesawat Spitfire Fighter, pesawat tempur legendaris pada pertempuran Battle of Britain.
Penelitian pertahanan dan keselamatan sipil memang bukan dunia yang asing bagi Subchan. Cranfield University, tempat Subchan sekarang bekerja sebagai peneliti, memang memiliki studi pertahanan. Di sinilah dulu ia menyelesaikan S3 di bidang Guidance and Control (panduan dan kendali). ”Berbagai proyek yang saya ikuti hampir semuanya memiliki kaitan dengan pertahanan,” kata Subchan.
Setelah lulus doktor, Subchan meneruskan post doctoral pada Departement Informatics and Sensors pada universitas yang sama dengan bidang yang ditekuninya sekarang: decision making, data fusion, mission planning and control (bidang pengambilan keputusan, penggabungan data, dan perencenaan misi).
Ia mengaku tidak pernah membayangkan dan berencana menjadi peneliti militer. Tapi kuliah S3 di Cranfield University membuatnya menekuni penelitian dan pengembangan teknologi militer. Ia pernah meneliti ‘awan yang tercemar nuklir’. Bila semisal ada kebocoran di reaktor nuklir, Subchan membantu menentukan luas wilayah yang tercemar bahan berbahaya. Dari sini bisa ditentukan warga di wilayah mana yang harus diungsikan karena kebocoran nuklir tersebut.
‘‘Inilah yang membuat saya senang dan menikmati bidang saya. Ada hasil nyata yang bisa dimanfaatkan untuk kepentingan manusia,” kata Subchan yang juga sering menjadi pembicara pada forum pengajian di Swindon dan London.
Untuk masa depan Saturn yang ia kembangkan bersama Team Stellar, ia belum tahu persis kapan selesai dan dipakai oleh kalangan militer. Departemen Pertahanan Inggris berminat mengembangkan robot dan piranti ciptaan timnya. Yang jelas, teknologi yang dipakai sangat kompleks dan membutuhkan dana yang besar. "Kalau dananya tersedia mungkin Saturn bisa hadir lebih cepat," katanya.
Kenapa tidak untuk Indonesia?
tapi, ya ini adalah gambaran, bahwa SDM Indonesia, mampu
Kenapa tidak untuk Indonesia?
tapi, ya ini adalah gambaran, bahwa SDM Indonesia, mampu
Sumber |
How to get to Caesars Palace by Bus, Train or Private Jet? - Dr.
BalasHapusIf 김제 출장마사지 you can't find travel options at Caesars Palace, you're 안양 출장마사지 not alone: This guide explains how to get from Caesars Palace 안성 출장안마 to 과천 출장안마 Caesars 춘천 출장안마 Palace by